Pengarang :
Andrea Hirata
Penerbit :
Bintang Pustaka
Cetakan :
Pertama
Resensitor :
Ganti Putra Wardana
Sirkus Pohon merupakan karya ke-10 Andrea Hirata,
berselang dua tahun setelah menerbitkan novel Ayah. Novel ini masih
menceritakan kisah masyarakat Tanjung Lantai, Belitung dengan ciri khas
Melayunya yang perekonomiannya menengah kebawah. Awal cerita, Anderea Hirata
menyuguhkan tentang kehidupan pohon-pohon yang mampu di deskripsikan begitu
detail dan humoris.
Sobri, karena hal sepele namanya berubah menjadi
Hobri adalah seorang pemuda kampung yang tidak tamat SMP karena ulah sahabatnya
Taripol yang tak lain adalah seorang pencuri. Imbasnya, Hobri dituduh mencuri
TOA Masjid oleh warga sekitar.
Hobri adalah pemuda yang malang tidak mempunyai
pekerjaan tetap seperti yang di agung-agungkan adiknya Azizah yaitu harus
memiliki seragam, bergaji tetap dan bangun pagi, let’s go. Satu balasan pantun tak berirama yang sangat menakutkan
bagi Hobri untuk mencari pekerjaan, “SMA atau Sederajat” momok yang selalu
menghantuinya setiap malam.
Sampai suatu hari,
adik ipar Hobri, Suruhudin yang iba dengan Hobri yang kadang akrab
menggelandang di pasar menawari sebuah lowongan pekerjaan misterius. Kabar dari
si adik ipar rupanya menjadi pengantar Hobri menuju kesadaran dan meraih
mimpinya memperistrikan Dinda serta akan panggilan hidupnya, menjadi badut
sirkus keliling.
Cerita besar dibalik novel ini adalah kisah cinta
pertama Tara dan Tegar. Tara adalah mandor di sirkus keliling di tempat Hobri
bekerja, sementara Tegar adalah montir sepeda di bengkel peninggalan ayahnya.
Pertemuan mereka diawali di kantor Pengadilan Agama,
Tara yang dikerjai oleh beberapa anak laki-laki yang jahil di tolong oleh
Tegar. Namun, mereka tidak sempat untuk berkenalan. Tegar memberinya nama
Layang-layang, sementara Tara menamainya Pembela. Layang-layang dan Pembela,
itu terjadi ketika mereka duduk di kelas 5 SD.
Benci Hobri pada Delima hingga dia berniat menebang
pohon tersebut yang berada di pekarangan rumahnya. Tetapi tak sampai hati dia
ketika melihat terjalinnya cinta sepasang burung Kutilang di sana.
Ada yang berbeda dari karya ke-10 Andrea Hirata ini,
yaitu untuk pertama kalinya ia memasuki ranah politik dalamnya. Tak luput
Andrea mengkritik hal-hal dalam setiap karyanya, tentu saja dengan cara
eksentrik darinya dan dapat memecah tawa
pembaca.
Andrea Hirata membagi cerita Sirkur Pohon dengan
enam babak, setiap babak menceritakan satu tema besar. Babak tersebut
memudahkan pembaca dalam memahami setiap kejadian.
Dalam cerita kali ini Andrea juga menceritan dengan
alur yang maju mundur. Jika kita tidak teliti dalam memahami isi cerita
tersebut akan membuat keraguan sehingga kita akankembali ke halaman pertama untuk
mencari titik terang cerita ini.
Sirkus pohon memberikan banyak hal, tentang memaknai
hidup, tentang perjuangan, tentang nasib, tentang cinta, tentang kegigihan,
tentang kepercayaan dan tentang harapan.







0 komentar:
Posting Komentar